05 Januari 2010

Menyoroti Film Religi Bagian II

Assalamu'alaikum wr. wb.

Beberapa Nilai Merah Film Religi

selain larangan di atas (bertasyabbuh), kita bisa menemukan beberapa nilai merah tentang film religi ini yang membuatnya terlarang, antara lain :

1. Film diambil dari kisah yang tak nyata atau fiksi. Dan hal ini termasuk dalam kategori dusta yang terlarang dalam Islam. Sebagaimana pernah ditanyakan kepada Syaikh bin Baz Rahimahullah tentang kisah lucu yang tidak berdasar dengan fakta, maka beliau mengatakan bahwa hal itu tidak boleh.

2. Bercampurnya antara pemain lelaki dan perempuan, dan inilah yang menjadi kenyataan dalam dunia perfilman di negara kita. Walaupun tema yang diusung oleh film tadi adalah religi akan tetapi di sana terdapat adengan berpelukan atau interaksi layaknya mahrom antara aktris dan aktor yang bukan mahrom.

3. Ucapan-ucapan kufur dan jelek yang diucapkan aktor atau aktris yang memainkan peran sebagai orang kafir atau fasik. Ini adalah kenyataan yang paling mengenaskan di antara hal-hal yang ada dalam film bertema religi. Kita banyak jumpai adengan seseorang yang sedang menyembah selain Allah SWT atau perkataan yang mengandung murka Allah SWT terlontar dari mulut para pemainnya. Walaupun ia tidak bermaksud dengan ucapannya itu sebuah hal yang diyakini akan tetapi perbuatannya itu cukup untuk membawanya kepada meniru orang-orang kafir atau fasik yang diperankannya yang mana itu jelas-jelas haram. Lantas bagaimanakah kiranya jika seseorang aktor atau aktris sangat menjiwai dalam perannya ??
4. Para aktor atau aktris yang bermain dalam film religi tidak benar-benar memiliki keadaan semisal tokoh baik yang diperankan. Bahkan terkadang kita jumpai banyak aktor yang bermain dalam film bertema religi terjebak sebuah skandal memalukan atau bermain dalam film lain dengan peran seorang yang tidak taat beragama.

5. Memunculkan gambaran yang salah terhadap syari'at Islam karena tidak mempunyai ilmu tentang agama ini, atau menggambarkan sosok makhluk ghaib yang tidak pernah ada yang mengetahuinya selain Allah SWT, semisal setan atau malaikat.

Berdakwah Dengan Film Religi, Bolehkan ?

Ada sedikit perbedaan mengenai masalah ini. Ulama yang membolehkan berdakwah dengan film religi mengibaratkan film tadi sebagai sarana saja untuk menyampaikan maksud semisal CD atau kaset. Dan ketika membolehkannya mereka memberikan dua syarat dalam berdakwah dengan menggunakan film religi - disamping syarat-syarat lain yang banyak lagi ketat mengenai isi cerita dan para pemainnya.

Pertama : Ia hanya digunakan sebagai sarana alternatif, jika tidak memungkinkan menggunakan sarana dakwah yang lain semisal cerama atau tulisan.
Kedua : Ketika menggunakan film religi sebagai sarana dakwah, maka kita tidak boleh meniatkannya sebagai salah satu ibadah yang bisa mendekatkan diri kita kepada Allah SWT (karena ia hanya alat). Jika sampai meniatkan hal itu, maka kita telah terjatuh dalam bid'ah yang terlarang, karena ia telah membuat cara yang baru dalam agama yang tidak pernah disyari'atkan oleh Allah SWT. Akan tetapi, untuk mengatakan film religi hanya sebagai alat saja dalam berdakwah semisal kaset atau CD, sulit untuk digambarkan.

Adapun Ulama yang melarang berdakwah dengan film religi ini karena ia adalah salah satu metode dakwah, sedangkan metode dakwah harus berlandaskan dalil yang shohih, maka bila tidak ada dalil yang shohoh yang mendasarinya ia hanyalah sebuah bid'ah. Syaikh Hamud Bin Abdillah at-Tuwaijiriy Rahimahulllah berkata : " Sesungguhnya memasukkan sandiwara ke dalam metode dakwah bukanlah contoh dari Rasulullah SAW, tidak juga para kholifah sesuah beliau yang telah diberi petunjuk, namun ia hanyalah termasuk hal-hal baru ddalam zaman ini..."
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah ditanya tentang seorang syaikh yang mendakwahi para perampok dan ahli maksiat dengan cara yang baru, yaitu dengan nasyid yang mubah, maka beliau menjawab : " Sesungguhnya Rasulullah SAW dan para sahabat serta orang yang mengikuti mereka telah mendakwahi orang-orang yang lebih jelek dari yang didakwahi oleh syaikh tadi, semisal orang kafir, fasik dan pelaku maksiat dengan cara-cara syar'i yang telah Allah SWT cukupkan hal itu kepada kita dari cara-cara yang bid'ah". Kemudian sebagaimana kita ketahui bahwa sandiwara dahulu telah dijadikan sarana ibadah yang dianggap bisa mendatangkan pahala oleh orang-orang nonmuslim dari kaum paganis atau Nasrani, lantas jika kaum muslimin menggunakannya sebagai salah satu ibadah apakah ada perbedaan antara mereka dengan nonmuslim yang juga menjadikannya sebagai ibadah?

Bersambung ke bagian III


Sumber :

  • Buletin Al-Furqon, Tahun 4 Volume 8 No. 2, Dhulhijjah 1430 H

0 comments: