Assalamu'alaikum wr wb.
Sahabat pembaca yang baik,
Beberapa bulan terakhir Ana berada dalam sebuah komunitas yang memfokuskan diri untuk berdakwah melalui salah satu Teknologi Visual yakni Film. Dalam komunitas ini ada kesamaan visi dari semua anggota komunitas yaitu mencoba mengkaji dan mengkritisi Film-film yang berlabelkan Religi atau Islam tetapi pada kenyataannya ada yang melecehkan atau merendahkan keberadaan ajaran Islam itu sendiri, hal ini sangat memprihatinkan. Sehingga diharapkan dengan adanya komunitas yang seperti ini kalangan sineas dan rumah produksi tidak sembarangan menampilkan wajah Islam dalam film-film yang mereka produksi.
Sahabat pembaca,
Kita menyadari bahwa orang-orang di luar sana telah menjadikan Teknologi Visual sebagai salah senjata ampuh dalam menggerogoti keindahan dan kesempurnaan ajaran Islam. sehingga hal itu dapat kita lihat dampaknya pada perilaku dan moral sebagian generasi muda kita telah "teracuni" dengannya. Lalu apakah kita harus berdiam diri tanpa "Counter Attack ?" Ataukah kita harus memakai senjata atau cara mereka sebagai tindakan balasan? yang dikhawatirkan oleh sebagian ulama bahwa cara itu di sebut sebagai Tasyabbuh, Wallahu'alam
Berikut ini Ana Tampilkan sebuah pandangan dalam tulisan berjudul "Menyoroti Film Religi" yang Ana coba mengetikkan apa adanya, namun karena agak panjang maka tulisan ini Ana coba bagi dalam beberapa bagian.
Menyoroti Film Religi - Bagian I
Akhir-akhir ini masyarakat kita mulai tertarik dengan film-film yang bermuatan agama (?) atau yang lebih sering disebut dengan film religi. Apalagi bila datang bulan Ramadhon dan Syawal, seakan jamuryang muncul di musim hujan, hampir kita bisa jumpai di berbagai stasium televisi menayangkan film yang bertemakan religi dengan alur cerita yang bervariasi.
Bila ditanya tentang sebab booming-nya, mungkin seiring dengan kebutuhan sebagian kaum muslimin akan siraman penyejuk rohani mereka yang mulai kering akibat tayangan-tayangan yang tidak mendidik, sebagai refleksinya muncullah sebagian rumah produksi memenuhi permintaan masyarakat itu, dengan menayangkan film-film religi garapan mereka. Ditambah lagi katanya film yang bermuatan positif ini telah banyak didukung oleh sebagian da'i dan cendikiawan muslim yang mengatakan bahwa film religi yang ada termasuk bagian dari dakwah dan syi'ar Islam, maka gayung pun bersambut. Akhirnya dari pihak televisi juga saling berlomba menayangkan film-film yang bertema religi lengkap dengan soundtracknya yang katanya juga "islami". Namun demikian, bagaimanakan tinjauan syari'at atas dakwah dengan menggunakan film ini? Untuk itu, pada esisi kita kali ini kami ingin mencoba mengankat tema film religi ke hadapan sidang pembaca, bukan untuk memprovokasi, melainkan semata-mata ingin mendudukkan bagaimanakah sebenarnya tinjaun syar'i terhadap film-film tersebut. Semoga Alloh SWT memberi kita kemudahan.
Asal-Muasal Film dan Sandiwara
Dalam berbagai literatur klasik para peneliti menyebutkan bahwa asal-muasal sandiwara adalah dari masyarakat paganis Yunani kuno yang telah ada kurang lebih semenjak 600-an tahun SM. Awalnya ia diadakan dalam acara keagamaan untuk mengagungkan dewa mereka. Dan akhirnya kesenian religi ini diikuti oleh bangsa paganis Romawi, kemudian untuk selanjutnya ia dikembangkan oleh masyarakat Nasrani Italia- setelah berakhirnya era paganisme- untuk menyemarakkan acara keagamaan mereka. Jadi, tidak ada kaitan sama sekali antara sandiwara dan Islam, terlebih lagi dengan generasi terbaik umat ini, yaitu para sahabat dan para ulama yang mengikuti mereka, sebagaimana yang telah dikatan oleh Syaikh Bakar bin Abdillah Abu Zaid Rahimahullah.
Tinjauan Syari'at Terhadap Film Religi
Pada asalnya film yang ada pada zaman ini dapat dikategorikan ke dalam bentuk teater yang telah lama ada semenjak zaman Yunani. Bedanya, bila teater hanya bisa disaksikan dengan langsung, film yang ada pada zaman ini dapat diulang-ulang menurut permintaan pemirsanya dan bisa dilihat oleh pemirsa yang berada jauh dari lokasi syuting. Atas dasar itu, untuk menghukumi film yang beredar di masa sekaran kita akan memasukkannya ke dalam hukum teater. Sebagian kalangan mengatakan bahwa asal hukum sandiwara adalah boleh menurut kaidah asal. Tidak ada yang bisa mengharamkannya kecuali harus ada dalil yang menunjukkan atas hal itu. Namun pendapat ini perlu ditinjau ulang, sebab pada pembahasan di atas kita telah ketahui bahwa ia berasal dari peribadatan kaum paganis nonmuslim, maka dengan melakukannya juga kita akan menyerupai orang-orang paganis tadi, dalam hal ini Rasululloh SAW telah tegas melarang tasyabbuh atau menyerupai orang yang tidak baik, terutama orang kafir.
Bersambung ke Bagian II (Insya Allah...)
Sumber :
Sahabat pembaca yang baik,
Beberapa bulan terakhir Ana berada dalam sebuah komunitas yang memfokuskan diri untuk berdakwah melalui salah satu Teknologi Visual yakni Film. Dalam komunitas ini ada kesamaan visi dari semua anggota komunitas yaitu mencoba mengkaji dan mengkritisi Film-film yang berlabelkan Religi atau Islam tetapi pada kenyataannya ada yang melecehkan atau merendahkan keberadaan ajaran Islam itu sendiri, hal ini sangat memprihatinkan. Sehingga diharapkan dengan adanya komunitas yang seperti ini kalangan sineas dan rumah produksi tidak sembarangan menampilkan wajah Islam dalam film-film yang mereka produksi.
Sahabat pembaca,
Kita menyadari bahwa orang-orang di luar sana telah menjadikan Teknologi Visual sebagai salah senjata ampuh dalam menggerogoti keindahan dan kesempurnaan ajaran Islam. sehingga hal itu dapat kita lihat dampaknya pada perilaku dan moral sebagian generasi muda kita telah "teracuni" dengannya. Lalu apakah kita harus berdiam diri tanpa "Counter Attack ?" Ataukah kita harus memakai senjata atau cara mereka sebagai tindakan balasan? yang dikhawatirkan oleh sebagian ulama bahwa cara itu di sebut sebagai Tasyabbuh, Wallahu'alam
Berikut ini Ana Tampilkan sebuah pandangan dalam tulisan berjudul "Menyoroti Film Religi" yang Ana coba mengetikkan apa adanya, namun karena agak panjang maka tulisan ini Ana coba bagi dalam beberapa bagian.
Menyoroti Film Religi - Bagian I
Akhir-akhir ini masyarakat kita mulai tertarik dengan film-film yang bermuatan agama (?) atau yang lebih sering disebut dengan film religi. Apalagi bila datang bulan Ramadhon dan Syawal, seakan jamuryang muncul di musim hujan, hampir kita bisa jumpai di berbagai stasium televisi menayangkan film yang bertemakan religi dengan alur cerita yang bervariasi.
Bila ditanya tentang sebab booming-nya, mungkin seiring dengan kebutuhan sebagian kaum muslimin akan siraman penyejuk rohani mereka yang mulai kering akibat tayangan-tayangan yang tidak mendidik, sebagai refleksinya muncullah sebagian rumah produksi memenuhi permintaan masyarakat itu, dengan menayangkan film-film religi garapan mereka. Ditambah lagi katanya film yang bermuatan positif ini telah banyak didukung oleh sebagian da'i dan cendikiawan muslim yang mengatakan bahwa film religi yang ada termasuk bagian dari dakwah dan syi'ar Islam, maka gayung pun bersambut. Akhirnya dari pihak televisi juga saling berlomba menayangkan film-film yang bertema religi lengkap dengan soundtracknya yang katanya juga "islami". Namun demikian, bagaimanakan tinjauan syari'at atas dakwah dengan menggunakan film ini? Untuk itu, pada esisi kita kali ini kami ingin mencoba mengankat tema film religi ke hadapan sidang pembaca, bukan untuk memprovokasi, melainkan semata-mata ingin mendudukkan bagaimanakah sebenarnya tinjaun syar'i terhadap film-film tersebut. Semoga Alloh SWT memberi kita kemudahan.
Asal-Muasal Film dan Sandiwara
Dalam berbagai literatur klasik para peneliti menyebutkan bahwa asal-muasal sandiwara adalah dari masyarakat paganis Yunani kuno yang telah ada kurang lebih semenjak 600-an tahun SM. Awalnya ia diadakan dalam acara keagamaan untuk mengagungkan dewa mereka. Dan akhirnya kesenian religi ini diikuti oleh bangsa paganis Romawi, kemudian untuk selanjutnya ia dikembangkan oleh masyarakat Nasrani Italia- setelah berakhirnya era paganisme- untuk menyemarakkan acara keagamaan mereka. Jadi, tidak ada kaitan sama sekali antara sandiwara dan Islam, terlebih lagi dengan generasi terbaik umat ini, yaitu para sahabat dan para ulama yang mengikuti mereka, sebagaimana yang telah dikatan oleh Syaikh Bakar bin Abdillah Abu Zaid Rahimahullah.
Tinjauan Syari'at Terhadap Film Religi
Pada asalnya film yang ada pada zaman ini dapat dikategorikan ke dalam bentuk teater yang telah lama ada semenjak zaman Yunani. Bedanya, bila teater hanya bisa disaksikan dengan langsung, film yang ada pada zaman ini dapat diulang-ulang menurut permintaan pemirsanya dan bisa dilihat oleh pemirsa yang berada jauh dari lokasi syuting. Atas dasar itu, untuk menghukumi film yang beredar di masa sekaran kita akan memasukkannya ke dalam hukum teater. Sebagian kalangan mengatakan bahwa asal hukum sandiwara adalah boleh menurut kaidah asal. Tidak ada yang bisa mengharamkannya kecuali harus ada dalil yang menunjukkan atas hal itu. Namun pendapat ini perlu ditinjau ulang, sebab pada pembahasan di atas kita telah ketahui bahwa ia berasal dari peribadatan kaum paganis nonmuslim, maka dengan melakukannya juga kita akan menyerupai orang-orang paganis tadi, dalam hal ini Rasululloh SAW telah tegas melarang tasyabbuh atau menyerupai orang yang tidak baik, terutama orang kafir.
Bersambung ke Bagian II (Insya Allah...)
Sumber :
- Buletin Al-Furqon, Tahun 4 Volume 8 No. 2, Dhulhijjah 1430 H