Pembacaan Puisi bermuatan pesan-pesan dakwah Islami oleh Bapak Taufiq Ismail dalam rangkaian Acara Peringatan Nuzulul Quran 1436 H Bersama Dewan Gubernur Bank Indonesia yang bertempat di Ruang Utama Masjid Baitul Ihsan, Kompleks Gedung Bank Indonesia, Jakarta Pusat.
Selama kurang lebih 20 Menit, beliau mendeklamasikan tiga buah puisi yang sarat dengan nilai-nilai, pesan mendalam yang menggetarkan di hadapan sekitar 1500-an jamaah.
Saya menyempatkan untuk menuliskan ulang puisi pertama yang beliau sampaikan. Berikut petikannya :
Janganlah kiranya ditutupkan itu Cahaya Qur'anKita semua merindukan sebuah negeri yang teduh, sebuah negeri yang sejuk, karena pohon tauhid menumbuhkan daunan yang rindang sehingga di bawahnya orang menerima aliran udara yang nyaman.
Di atas negeri kita tergenang udara, tegak lurus beratus juta hasta, penuh dengan molekul zat asam yang rapi dianyam oleh lima miliar divisi Malaikat yang bertugas taat, sehingga menyebabkan paru-paru makhluk dan kulit bumi bernafas secara semestinya.Kemudian di atas lapisan itu ada cahaya, cahaya itu datang sebagai garis lurus, karena banyak jumlahnya mereka sejajar, bagian berkasnya sangat teratur dan berkilau-kilau keadaannya.Di atas cahaya yang di atas itu ada cahaya lagi.
Kita semua diberitahu melalui sebuah maklumat mengenai cahaya berkilau yang berlapis-lapis itu, yang menerangi kampung halaman kita.Ketika matahari masuk ke dalam laut, ketika layar malam telah. ..... kabarnya cahaya itu masih menerangi negeri kitaSiapa yang pernah memikirkan dan melihatnya?Ketika matahari memecah lazuardi, layar malam yang hitam telah digulung kembali, cahaya itu tetap menerangi negeri kitaKita semua merindukan cahaya ituRumah yang pintu depannya disinari cahaya itu, jadilah rumah itu rumah yang teduhlihatlah pencari nafkah yang seharian keluar dari pintu rumah setelah bekerja keras dan payah, pulang membawa rezeki yang bersih dan berkahselamat dari percikan lumpur kotoran yang menodai zamanKita semua merindukan cahaya itu singgah di depan pintu rumah kita.Rumah yang jendela tingkap, pintu dan jendela itu disinggahi cahaya itupenghuninya tidak suka bergunjing, hemat kata-kata, tidak membenci kepada tetangga, bila bersedekah tanpa perhitungan apalagi mengharapkan penghargaan. Senyumnya sepanjang hari menjadi perhiasan.Kita semua merindukan cahaya itu memandikan seluruh atap dan hubungan rumah, semua desa dan kota, setiap sungai dan gunung di negeri kitaOrang bercerita bahwa rumah yang disinggahi cahaya itu, anak-anaknya dimalam hari rajin membaca buku sambil membelakangi televisi, mereka tidak merokok apalagi menyentuh madat, bersama ibu dan ayah mereka bersujud, berdo'a dan menyanyikan wahyu Tuhan.Ensiklopedia diruang tamunya adalah 30 jilid tafsir Qur'an. Referensi budi pekerti digali dan dipelajari, kehidupan Rasul kecintaan.Kita semua, kita semua merindukan cahaya itu mencurahi bumi kita seluruhnyaCahaya yang datang dari Qur'anYaitu
Qur'an yang bukan cuma perhiasan tapi Qur'an bacaanQur'an yang bukan cuma bacaan tapi Qur'an yang maknanya diresapkanQur'an yang bukan cuma maknanya diresapkan tapi Qur'an yang isinya deras mengalir memasuki dan melulurkan seluruh jalur kehidupanKita semua, kita semua merindukan cahaya Qur'an selalu turun ke bumi kitasehingga bumi kita selalu cerah karenanya hingga dunia terang benderangYaa Rabb, Yaa Rabbjangan tutupkan cahaya Qur'an bagi kami sekaliankami mengakui, baiklah kami mengakuikami dzalim terhadap diri sendirikami banyak cacat itu dan initetapi janganlah karena itu dotutupkan cahaya Qur'an bagi semua kamikami mengaku kami jahil jauh dari sempurnahati kami banyak penyakitnya, amal kami banyak cacatnyajanganlah karena itu Engkau tutupkan cahaya Qur'an bagi kami sekalian............ (beberapa baris ini dengan tidak saya tampilkan)............kami tak habis-habisnya merindukan cahaya Qur'an.
Audio rekaman Bacaan puisi ini bisa didengar langsung di playlist ini :
0 comments:
Posting Komentar